السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْــــــــــــــــمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــمِ
Tentang Qunut di bulan Ramadhan... Kenapa yang disunnahkan membca
Qunut pada tgl 15 akhir bulan Ramadlan dalam shalat sunnah Witir...?
Kenapa dari tgl 1 s/d 14 tidak di anjurkan... Monggo shobat fillah berbgi ilmunya...
Fathulwahab bab shalat sunnah :
Disunnah kan berjema'ah dalam salat witir bulan ramadan dan juga di
sunnah kan berqunut pada separo kedua bulan ramadan dalam salat witir.
Yang ke 5 qunut disunnahkan pada sholat witir diseparo akhir dari
bulan romadlon setelah mengangkat kepala dari rukuk, abu hanifah
berpendapat sunnah melakukan qunut sebelum melakukan rukuk pada sholat
witir dalam semua tahun,
Imam malik berpendapat qunut setelah rukuk pada sholat witir
hukumnya sunnah dibulan romadlon secara keseluruhan, adapun tentang
hukum membaca nyaring pada qunut terjadi perbedaan pendapat
551-50 - Hadits 'Umar :
Sunnah adalah apabila bulan Ramadhan sudah dapat separuh maka
hendaknya melaknat orang-orang kafir di dalam shalat witir setelah
membaca : Sami'allahu Liman Hamidahu.
Kami meriwayatkannya dalam Fawa`id Aby al-Hasan bin Razqawih dari
'Utsman bin al-Simak dari Muhammad bin 'Abdirrahman bin Kamil dari Sa'id
bin Hafsh berkata: Kami membaca atas Mi'qal dari al-Zuhry dari
'Abdirrahman bin 'Abdil Qary bahwa pada suatu malam di bulan Ramadhan
'Umar keluar dan dia bersamanya. Lalu 'Umar melihat jama'ah masjid
mengerjakan shalat secara terbagi dan terpisah-pisah. Dan dia menyuruh
Ubay bin Ka'ab untuk mengomandoi mereka dibulan Ramadhan.
Kemudian 'Umar keluar sementara jama'ah melakukan shalat dg panduan
imam mereka, lalu dia berkata: Alangkah baiknya bid'ah ini, dan sesuatu
yg mereka tidur meninggalkannya itu lebih utama dari apa yg mereka
lakukan (dia maksudkan) di akhir malam, dan mereka melakukan di awal
malam. Dan 'Umar berkata: Sunnah adalah apabila bulan Ramadhan dapat
separuh maka hendaknya melaknat orang-orang kafir di akhir rakaat shalat
witir setelah membaca : Sami'allahu Liman Hamidahu. Lalu berdo'a: Wahai
Allah, laknatilah orang-orang kafir. Sanad hadits 'Umar ini Hasan.
Hubungan hadits di atas dg hadits di bawah ini untuk mengetahui
rahasia penempatan do'a qunut pada separuh akhir di bulan Ramadhan :
Fasal Ketiga 1293 - dari al-Hasan ra. bahwa 'Umar bin al-Khatthab
ra. mengumpulkan jama'ah atas pemandu Ubay bin Ka'ab, lalu dia melakukan
shalat bersama mereka selama dua puluh malam, dan dia tidak berdo'a
qunut bersama mereka kecuali di separuh akhir yg tersisa.
Kemudian ketika sudah sepuluh hari yg akhir dia mundur lalu shalat
di rumahnya. Lantas mereka berkata: Ubay telah kabur. HR. Abu Daud
Redaksi Hadits: "Dan dia tidak berdo'a qunut bersama mereka".
Maksudnya dalam shalat witir dan barangkali hal itu teruntuk mendo'akan
orang-orang kafir sesuai hadits yg telah lewat dg sanad yg shahih atau
hasan dari 'Umar "bahwa sunnah adalah apabila Ramadhan sudah dapat
separuh hendaknya melaknat orang-orang kafir dalam shalat witir".
Kemudian wajah hikmah terpilihnya separuh akhir itu sebagai sikap
pengharapan dg sirnanya mereka, berpindahnya mereka dari perkemahannya,
dan berkurangnya jumlah mereka, sebagaimana terpilihnya separuh akhir
dalam setiap bulan untuk melakukan bekam, cantuk dari keluarnya darah
karena keluarnya penyakit, dan sirnanya penyakit hama
Qunut dan Witir Ramadhan
Tanggal 15 romadlon masjid atau musholah2 melaksanakan sholat
tarawih kemudian sholat witir satu rokaat penutupnya dilengkapi dgn do'a
Qunut .. bagaimana penjelasan hukumnya?
Al Adzkar An Nawawiyah
menguraikan sbb :
Disunnahkan berqunut dalam pandangan kami (Syafi’iyyah) :
(1.) boleh dilakukan pada separuh akhir bulan Ramadhan pada raka’at terakhir dari shalat witir, dan
(2.) ada juga dikalangan kami ( syaafi'iyyah ) suatu pendapat yang memperkenankan berqunut di sepanjang bulan Ramadhan,
(3) menyatakan bahwa berqunut hendaknya dilakukan pada seluruh
shalat sunnah dan ( berQunut di semua sholat sunnah ) ini adalah
pendapat Imam Abu Hanifah.
Dan yang bagus (ma’ruf) dari madzhab kami (Syafi’iyyah) adalah yang
pertama ( berQunut di pertengahan ramadhan saja di rokaat penutup witir
).
Wallahu A’lam
Qunut tersebut bukan hal yang wajib, namun Qunut tersebut hukumnya
sunnah, Qunut pada shalat witir diriwayatkan dengan hadits shahih pada;
Shahih Imam Ibn Khuzaimah hadits No.1095,
Sunan Imam Addaarimiy hadits No.1593, Sunan Imam Baihaqy Alkubra
hadits No.4402, Sunan Imam Abu Dawud hadits No.1425, dan diriwayatkan
pula bahwa membaca qunut witir adalah sesudah setengah pertama ramadhan,
yaitu pada setengah
kedua (mulai malam 15 ramadhan) (Al Mughniy Juz 1 hal 448) tak ada
madzhab manapun yang mengharamkan Qunut di subuh, di witir, bahkan hal
ini merupakan sunnah dengan hujjah yang jelas, maka bila muncul pendapat
yang mengharamkan Qunut maka jelas bukanlah muncul dari ucapan ulama
ahlussunnah waljamaah.
Qunut Hukumnya Sunnah Ab'ad bila kita lupa membacanya atau tdk di
baca sebagian atau sebaris saja maka kita menggantinya dg Sujud Sahwi di
akhir sholat.SAFINAH
Semoga bisa menambah wawazan tentang islam,
Bila ada kesilapan dalam rangkain harap memperbaikinya...!!!
Kumpulan Aplikasi Terlengkap Dan Game Seperti IGI1,IGI2,GTA Dan Game Perang Lain Yang Sangat Seru dan yang pastinya game tidak terlalu memberatkan laptop anda. Dan kisah yang bernaungan islami yang saya ajukan. Bila ada kekurangan mohon maaf dengan sebesar-besarnya.
Kamis, 23 Juni 2016
Selasa, 10 Mei 2016
PENGERTIAN KHITAN,HUKUM DAN WAKTUNYA
Arti Khitan menurut bahasa adalah “memotong”.Sedangkan menurut istilah khitan pada laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi ujung kemaluan laki-laki yang disebut dengan Qulfah, agar tidak terhimpun kotoran di dalamnya, dan juga agar dapat menuntaskan air kencing, serta tidak mengurangi nikmatnya jima’ suami isteri.
Jadi bila seorang anak yang pada waktu dilahirkan tidak memilki qulfah (kulit penutup glan penis), maka tidak disyariatkan padanya untuk dikhitan.
Menurut riwayat yang shaheh (kuat), Nabi Ibrahim as melakukan khitan pada usia 80 tahun. Dalam riwayat lain yang juga shaheh beliau khitan pada usia 120. Tetapi antara dua hadis shaheh tersebut bisa dikompromikan dengan jalan menghamal hadis pertama kepada 80 tahun dari tahun kenabian sedangkan hadis yang mengatakan beliau khitan pada usia 120 tahun, maksudnya adalah dari tahun kelahiran beliau.
Laki-laki yang pertama kali melakukan khitan adalah Nabi Ibrahim as sedangkan, dari pihak wanita adalah siti Hajar. Nabi Adam as Allah ciptakan dalam keadaan telah terkhitan.
Diantara para Nabi yang terlahir telah terkhitan ada 13 orang yaitu: Nabi Syist, Nuh, Hud, Shalih, Luth, Syu`aib, yusuf, Musa, Sulaiman, Zakaria, Isa, Handhalah bin Shafwan dan Nabi kita Muhammad saw.
Adapun khitan pada wanita yaitu memotong sedikit klistoris (badhr) yang ada pada kelamin wanita. dan yang lebih afdhal pada wanita adalah memotong sedikit saja (asal terbenar memotong).
Dalam satu hadis Rasulullah menyebutkan:
Hukum khitan
Dikalangan Imam Mazhab terjadi khilaf tentang hukum khitan.
Referensi:
Adapun landasan hukum khitan antara lain:
Terjadi khilaf pendapat para ulama tentang kapan seorang anak dikhitan. Menurut pendapat yang shaheh tidak wajib dikhitan sehingga ia baligh dan disunatkan pada hari ketujuh kelahirannya, hal ini berlaku bila menurut perkiraan medis hal tersebut tidak akan berdampak negativ. Kalau tidak maka harus ditunggu sampai ia sanggup untuk dikhitan. Maka seorang yang sudah baligh wajib disegerakan untuk dikhitan dan bila ia enggan maka terhadap pemerintah wajib memaksanya untuk dikhitan.
Jadi bila seorang anak yang pada waktu dilahirkan tidak memilki qulfah (kulit penutup glan penis), maka tidak disyariatkan padanya untuk dikhitan.
Asnal Mathalib 20 hal 190 Maktabah Syamilah
قَوْلُهُ : لَا بُدَّ مِنْ كَشْفِ جَمِيعِ الْحَشَفَةِ فِي الْخِتَانِ ) يُؤْخَذُ مِنْهُ أَنَّ مَنْ وُلِدَ مَخْتُونًا بِلَا قُلْفَةٍ لَا خِتَانَ عَلَيْهِ إيجَابًا وَلَا نَدْبًا كَمَا رَأَيْته فِي التَّبْصِرَةِ لِلشَّيْخِ أَبِي مُحَمَّدٍ الْجُوَيْنِيِّ وَحَكَاهُ بَعْضُهُمْ عَنْ بَعْضِ كُتُبِ الْبَغَوِيّ وَهُوَ ظَاهِرٌ
Menurut riwayat yang shaheh (kuat), Nabi Ibrahim as melakukan khitan pada usia 80 tahun. Dalam riwayat lain yang juga shaheh beliau khitan pada usia 120. Tetapi antara dua hadis shaheh tersebut bisa dikompromikan dengan jalan menghamal hadis pertama kepada 80 tahun dari tahun kenabian sedangkan hadis yang mengatakan beliau khitan pada usia 120 tahun, maksudnya adalah dari tahun kelahiran beliau.
Laki-laki yang pertama kali melakukan khitan adalah Nabi Ibrahim as sedangkan, dari pihak wanita adalah siti Hajar. Nabi Adam as Allah ciptakan dalam keadaan telah terkhitan.
Diantara para Nabi yang terlahir telah terkhitan ada 13 orang yaitu: Nabi Syist, Nuh, Hud, Shalih, Luth, Syu`aib, yusuf, Musa, Sulaiman, Zakaria, Isa, Handhalah bin Shafwan dan Nabi kita Muhammad saw.
Adapun khitan pada wanita yaitu memotong sedikit klistoris (badhr) yang ada pada kelamin wanita. dan yang lebih afdhal pada wanita adalah memotong sedikit saja (asal terbenar memotong).
Dalam satu hadis Rasulullah menyebutkan:
أَشِمِّي وَلَا تُنْهِكِي فَإِنَّهُ أَحْظَى لِلْمَرْأَةِ وَأَحَبُّ لِلْبَعْلِ
Hukum khitan
Dikalangan Imam Mazhab terjadi khilaf tentang hukum khitan.
- Pendapat yang kuat didalam mazhab Syafii adalah wajib terhadap laki-laki dan wanita, demikian juga pendapat Imam Ahmad dan kebanyakan para ulama salaf.
- Sunat terhadap laki-laki dan wanita. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, demikian juga sebagian ulama dalam mazhab Syafii.
- Wajib pada laki-laki dan sunat pada wanita. Ini adalah pendapat sebagian ulama mazhab syafii.
Referensi:
Majmuk Syarah Muhazzab 1 hal 301 maktabah syamilah
(فرع) الختان واجب على الرجال والنساء عندنا وبه قال كثيرون من السلف كذا حكاه الخطابي وممن أوجبه أحمد وقال مالك وابو حنيفة سنة في حق الجميع
وحكاه الرافعى وجها لنا: وحكي وجها ثالثا انه يجب على الرجل وسنة في المرأة: وهذان الوجهان شاذان: والمذهب الصحيح المشهور الذى نص عليه الشافعي رحمه الله وقطع به الجمهور انه واجب على الرجال والنساء: ودليلنا ما سبق فان احتج القائلون بأنه سنة بحديث الفطرة عشر ومنها الختان فجوابه قد سبق عند ذكرنا تفسير الفطرة والله أعلم
وحكاه الرافعى وجها لنا: وحكي وجها ثالثا انه يجب على الرجل وسنة في المرأة: وهذان الوجهان شاذان: والمذهب الصحيح المشهور الذى نص عليه الشافعي رحمه الله وقطع به الجمهور انه واجب على الرجال والنساء: ودليلنا ما سبق فان احتج القائلون بأنه سنة بحديث الفطرة عشر ومنها الختان فجوابه قد سبق عند ذكرنا تفسير الفطرة والله أعلم
I`anatut thalibin 4 hal 194 Maktabah syamilah
ووجب ختان) للمرأة والرجل حيث لم يولدا مختونين لقوله تعالى: * (أن اتبع ملة إبراهيم) * ومنها الختان، إختتن وهو إبن ثمانين سنة، وقيل واجب على الرجال، وسنة للنساء
Landasan hukum khitanAdapun landasan hukum khitan antara lain:
- Ayat Al Quran Surat An Nahlu ayatثُمَّ أَوْحَيْنَا إلَيْك أَنْ اتَّبِعْ مِلَّةَ إبْرَاهِيمَ حَنِيفًاDalam ayat tersebut Allah memerintahkan Rasulullah untuk mengikuti ajaran Nabi Ibrahim, salah satu dari ajaran Nabi Ibrahim adalah khitan sebagaimana diriwayatkan dalam hadis Shaheh riwayat Bukhary dan Muslimحدثنا قتيبة بن سعيد حدثنا مغيرة بن عبد الرحمن القرشي عن أبي الزناد عن الأعرج عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( اختتن إبراهيم عليه السلام وهو ابن ثمانين سنة بالقدوم )حدثنا أبو اليمان أخبرنا شعيب حدثنا أبو الزناد ( بالقدوم ) مخففه . تابعه عبد الرحمن بن إسحاق عن أبي الزناد . وتابعه عجلان عن أبي هريرة . رواه محمد بن عمرو عن أبي سلمة
- Hadis riwayat Abi Daudحَدَّثَنَا مَخْلَدُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ أُخْبِرْتُ عَنْ عُثَيْمِ بْنِ كُلَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّهُ جَاءَ إِلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ قَدْ أَسْلَمْتُ. فَقَالَ لَهُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم- « أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ ». يَقُولُ احْلِقْ. قَالَ وَأَخْبَرَنِى آخَرُ أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم- قَالَ لآخَرَ مَعَهُ « أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ وَاخْتَتِنْ »
- Rasulullah saw memerintahkan shahabat untuk berkhitan, sedangkan pada khitan tersebut memotong anggota badan dan membuka aurat, kedua hal ini pada dasarnya merupakan hal yang terlarang. Pada saat hal tersebut diperintahkan maka dapat dipahami bahwa hal tersebut adalah wajib.
Referensi:Asnal mathalib
ولأنه قطع عضو لا يخلف فلا يكون إلا واجبا كقطع اليد ، والرجل ولأنه جرح يخاف منه ، فلو لم يجب لم يجز
Majmuk Syarah Muhazzab 1 hal 301 maktabah syamilah
وأما الاستدلال بكشف العورة فقد ذكره آخرون مع المصنف وقاله قبلهم أبو العباس بن سريج رحمه الله وأورد عليه كشفها للمداواة التي لا تجب
والجواب ان كشفها لا يجوز لكل مداواة وانما يجوز في موضع يقول أهل العرف ان المصلحة في المداواة راجحة علي المصلحة في المحافظة على المروءة وصيانة العورة كما سنوضحه ان شاء الله تعالي في أول كتاب النكاح حيث ذكره المصنف والاصحاب: فلو كان الختان سنة لما كشفت العورة المحرم كشفها له: واعتمد المصنف في كتابه في الخلاف والغزالي في الوسيط وجماعة قياسا فقالوا الختان قطع عضو سليم: فلو لم يجب لم يجز كقطع الاصبع فان قطعها إذا كانت سليمة لا يجوز الا إذا وجب بالقصاص والله أعلم
Asybah wan Nadhair fil Furu` hal 108
القاعدة الثالثة والعشرون الواجب لا يترك إلا لواجب وعبر عنها قوم بقولهم الواجب لا يترك لسنة وقوم بقولهم ما لا بد منه لا يترك إلا لما لا بد منه وقوم بقولهم جواز ما لو لم يشرع لم يجز دليل على وجوبه وقوم بقولهم ما كان ممنوعا إذا جاز وجب وفيها فروع - الى قوله - ومنها الختان لو لم يجب لكان حراما لما فيه من قطع عضو وكشف العورة والنظر إليها
Terjadi khilaf pendapat para ulama tentang kapan seorang anak dikhitan. Menurut pendapat yang shaheh tidak wajib dikhitan sehingga ia baligh dan disunatkan pada hari ketujuh kelahirannya, hal ini berlaku bila menurut perkiraan medis hal tersebut tidak akan berdampak negativ. Kalau tidak maka harus ditunggu sampai ia sanggup untuk dikhitan. Maka seorang yang sudah baligh wajib disegerakan untuk dikhitan dan bila ia enggan maka terhadap pemerintah wajib memaksanya untuk dikhitan.
PEMBAGIAN TAUHID ( WAHDANIAH)
Para ulama Ahli sunnah wal Jamaah menyatakan bahwa hakikat keesaan (wahdaniyah) adalah tiada ta’adud (banyak) pada zat, sifat dan perbuatan Allah. Maka, tiada yang menyerupai Allah SWT baik dari segi zat, sifat maupun af’alNya. Dan yang dikatakan dengantauhid (meng-esakan) adalah melakukan ibadat hanya kepada Zat yang disembah serta mengi’tikadkan esanya zat, sifat, dan af’al tuhan.
Maka Keesaan Allah ada pada tiga hal yaitu tauhid pada zat, tauhid pada sifat dan tauhid pada af’al.
Tauhid pada zat di ambil dari firman Allah dalam surat al-Ikhlash ayat 1 :
Dalam ayat ini dapat di pahami bahwa zat Allah hanya satu (wahdaniyah).
Sedangkan tauhid pada sifat di ambil dari firman Allah dalam surat syura ayat 11 :
dan juga dari firman Allah surat al-Ikhlash ayat 4 :
Dari kedua ayat di atas bisa di pahami bahwa tidak ada satu zat yang memiliki sifat yang sama dengan Allah dan sifat ketuhanan itu hanya ada pada Allah semata.
Sedangkan tauhid af’al di pahami dari firman Allah surat ar-Ra’d ayat 16 :
dan juga dari firman Allah surat ash-Shaffat ayat 96:
Dalam ayat ini dapat di pahami bahwa hanya Allahlah yang menciptakan segala makhluk dan juga menciptakan perbuatan dari makhluk tersebut.
Keesaan zat (wahdaniyah fil Zat) pada Allah, meniadakan dua perkara:
1. Zat Allah SWT tersusun dari bagian (kam muttashil fi zat) atau dengan kata yang lain Zat tuhan menerima pembagian walaupun pada kenyataan tidak terbagi.
Maka setiap yang murakab (tersusun) adalah sesuatu yang baharu (bukan qadim) dan juga merupakan makhluk secara otomatis karena semua yang tersusun membutuhkan kepada penyusunnya. Allah SWT berfirman dalam surat al-Infithar ayat 8:
2. Ada zat lain yang mempunyai kesempurnaan seperti kesempurnaan yang wajib pada Zat Allh SWT dan mustahil baginya sifat-sifat kekurangan yang mustahil bagi Allah (kam munfashil fi zat)
Keesaan pada sifat (wahdaniyah fi shifat) Allah, meniadakan dua perkara:
Keesaan af’al (Wahdaniyah fil Af’al/perbuatan) menafikan: Adanya zat yang menciptakan perbuatan(kam munfashil fi af'al), karna tidak ada zat lain yang sama dengan Allah SWT dalam menciptakan perbuatan, tetapi hanya Allah yang menjadikan dan meniadakan sesuatu. Adapun yang ada pada hamba hanyalah kehasilan dari usahanya (kasbu) yang diciptakan Allah. Maka wajib bagi kita untuk mengiktikadkan bahwa sungguh segala perbuatan baik itu kecil maupun besar adalah ciptaan ALLAH swt semata.
Firma-Nya:
Sabda Nabi Saw:
Maka Keesaan Allah ada pada tiga hal yaitu tauhid pada zat, tauhid pada sifat dan tauhid pada af’al.
Tauhid pada zat di ambil dari firman Allah dalam surat al-Ikhlash ayat 1 :
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
katakanlah bahwa Allah itu esa Dalam ayat ini dapat di pahami bahwa zat Allah hanya satu (wahdaniyah).
Sedangkan tauhid pada sifat di ambil dari firman Allah dalam surat syura ayat 11 :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
tidak ada yang semisil bagi Allah sesuatupun.dan juga dari firman Allah surat al-Ikhlash ayat 4 :
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
dan tidak ada bagiNya sekutuDari kedua ayat di atas bisa di pahami bahwa tidak ada satu zat yang memiliki sifat yang sama dengan Allah dan sifat ketuhanan itu hanya ada pada Allah semata.
Sedangkan tauhid af’al di pahami dari firman Allah surat ar-Ra’d ayat 16 :
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ
Allah menciptakan segala sesuatu.dan juga dari firman Allah surat ash-Shaffat ayat 96:
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
Allah lah yang menciptakan kamu dan perbuatanmu.Dalam ayat ini dapat di pahami bahwa hanya Allahlah yang menciptakan segala makhluk dan juga menciptakan perbuatan dari makhluk tersebut.
Keesaan zat (wahdaniyah fil Zat) pada Allah, meniadakan dua perkara:
1. Zat Allah SWT tersusun dari bagian (kam muttashil fi zat) atau dengan kata yang lain Zat tuhan menerima pembagian walaupun pada kenyataan tidak terbagi.
Maka setiap yang murakab (tersusun) adalah sesuatu yang baharu (bukan qadim) dan juga merupakan makhluk secara otomatis karena semua yang tersusun membutuhkan kepada penyusunnya. Allah SWT berfirman dalam surat al-Infithar ayat 8:
فِي أَيِّ صُورَةٍ مَّا شَاء رَكَّبَكَ
Artinya : dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu.2. Ada zat lain yang mempunyai kesempurnaan seperti kesempurnaan yang wajib pada Zat Allh SWT dan mustahil baginya sifat-sifat kekurangan yang mustahil bagi Allah (kam munfashil fi zat)
Keesaan pada sifat (wahdaniyah fi shifat) Allah, meniadakan dua perkara:
- Allah SWT mempunyai dua sifat yang sama misalnya dua Qudrah dan Dua iradah (Kam Munfashil fi shifat). Qudrah-Nya itu satu. Dengan qudrah yang satu tersebut Allah menciptakan dan meniadakan segala sesuatu. Demikian juga pada sifat-sifat yang lain.
- Ada makhluk yang mempunyai sifat seperti salah satu sifat Allah SWT (kam munfashil fi shifat). Misalkan, mempunyai iradah yang sanggup mengkhususkan seperti halnya Iradah Allah, mempunyai ilmu yang mengetahui segalanya dan lain-lain.
Keesaan af’al (Wahdaniyah fil Af’al/perbuatan) menafikan: Adanya zat yang menciptakan perbuatan(kam munfashil fi af'al), karna tidak ada zat lain yang sama dengan Allah SWT dalam menciptakan perbuatan, tetapi hanya Allah yang menjadikan dan meniadakan sesuatu. Adapun yang ada pada hamba hanyalah kehasilan dari usahanya (kasbu) yang diciptakan Allah. Maka wajib bagi kita untuk mengiktikadkan bahwa sungguh segala perbuatan baik itu kecil maupun besar adalah ciptaan ALLAH swt semata.
Firma-Nya:
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُون
Artinya: Dan Allahlah yang menciptakan kamu dan apa-apa yang kamu kerjakan.(Qs.as-Shaffat 96)Sabda Nabi Saw:
إن الله يصنع كل صانع وصنعته
Artinya: Sesungguh Allah SWT yang menciptakan setiap pencipta dan dan ciptaanya. (H. R. Imam Bukhari)ISTILA PEMAKAIN NAMA-NAMA FUQAHA' DALAM MAZHAB ASY-SYAFI'I
Dalam mempelajari Kitap Turats atau yang lebih biasa kita kenal dengan istilah Kitab Kuning dalam Mazhab Syafi’i, mungkin kita akan disuguhkan dengan istilah-istilah untukPara Ulama Syafi'iyah yang tidak sedikit dan bahkan juga mempunyai maksud Orang Yang berbeda sekalipun punya istilah yang sama. Oleh karena itulah, kami dari pihak LBM MUDI MESRA berinisiatif untuk menposting hal yang kurang lebih membantu kita dalam memahami istilah-istilah yang digunakan oleh Ulama-Ulama dalam Mazhab Syafi’i.Semoga Bermanfaat.
- الامام: maksudnya adalah Imam Al-Haramain Al-Juwaini, nama aslinya adalah Abdul Malik bin Abdulllah bin Yusuf. Beliau mengarang banyak kitab diantaranya an-Nihayah, Al-Burhan dan lain-lain, wafat tahun 478
- القاضي : maksudnya adalah Al- Qadhi Husain Abu Ali Muhammad bin Ahmad Al-Marwazi, kitab belia adalahtalkhis ibnu Al-Qadhi dan syarah kitab furu’ ibnu haddad, beliau wafat pada tahun 462 H.
- القاضيان; maksudnya adalah A. Al-Mawardi, nama asli beliauAli bin Muhammad bin habib Al-Mawardi, pengarang kitabAl-Hawi dan Al-Ahkamu As-Shulthaniyah dan lain-lain. Meninggal tahun 450 H. B. Arauyani nama asli beliau adalah Abdul Wahid bin Ismail bin Ahmad Al-Rauyani. Wafat tahun 501 H.
- الشيخان: maksudnya adalah A.Ar-rafi’i, nama asli beliau adalah Abdul Karim Muhammad bin Abdul Karim Ar-rafi’i Abu Al-Qasim Al-quzwini, pengarang kitab Al-Aziz syarah Kitab Al-Wajid karangan Imam Al-Ghazali, wafat pada tahun 634. B. Yahya bin Syarif Abu Zakaria An-Nawawi memiliki banyak karangan yang bermanfaat diantaranya Ar-Raudhah, Syarah Muslim At-Tahqiq dan lain-lain. Wafat tahun 677 h. dan berumur 45 tahun.
- الشسوخ : maksudnya adalah Imam An-Nawawi, Ar-Rafi’I dan Taqiyuddin Ali bin Abdul Kafi as-Subkiy, beliau merupakan maha guru pada masanya, dan wafat pada tahun 756 H.
- الشارح : maksudnya jika di itlakkah (tampa pengkaitan) dan dima’rifahkan (dengan alif lam) atau الشارح المحقق maka maksudnya adalah jalaluddin Al-Mahali Muhammad bin Ahmad bin Ibrahim pensyarah kitab Al-Minhaj karangan An-Nawawi dan Al-Mahalli juga mengarang banyak kitab yang sangat bermanfaat yang membuktikan bahwa hatinya seperti intan yang bersinar-sinar. Wafat pada tahun 864 H. namun dalam kitab syarhul irsyad karangan Ibnu Al-Maziy mengatakan bahwa jika diitlakkan kata الشارح maka maksudnya adalah Al-Jaujari Muhammad bin Abdul Mun’im Al-Qahiri syamsuddin, dan sebagian dari peninggalan beliau adalah kitab syarah Al-Irsyad dan Tashilul Masalik ila Umdatul Malik li ibni Al-naqib, wafat pada tahun 889 H.
- شارح : jika digunakan dengan kata yang nakirah (tanpa alif lam) maka maksudnya adalah salah satu dari pensyarah kitab apa saja sebagaimana tujuan pemakaian dari kata nakirah dan tidak ada beda antara kitab tuhfatul muhtaj dan lainnya, hal ini berlawanan dengan sebagian orang yang mengatakan bahwa maksud dari kata tersebut adalah Imam syuhbah.
- شيخنا dan الشيخ dan شيخ الاسلامmaka maksudnya adalah Zakaria bin Muhammad bin Ahmad Al-Anshari beliau memiliki sangat banyak kitab yang cukup membuktikan kebesarannya. Wafat tahun 926 H.
- شيخي : jika yang menggunakan istilah ini adalah Al-Khatib Syarbaini maka maksudnya adalah Asy-Syihab Ahmad bin Ahmad Ar-Ramli yang wafat pada tahun 971 h. dan Asy-Syibah juga dimaksudkan oleh Al- Jamal Ar-Ramli ketika menggunakan kata الوالد seperti perkataannyaافتى به الوالد.
- ابا العباس jika yang mengatakannya Syaikh Ishak As-Syairazi dalam kitab المهذب maka maksudnya adalah Ahmad bin Suraij –dibaca dengan sin dan jim yang ditashghirkan- Al-Baghdadi,beliau adalah guru para ulama Asy-Syafi'iyah pada masanya. Meninggal di Bagdad tahun 306 Hpada umurnya yang ke 56. Jika Asy-Syairazi bermaksud Imam Abu Abbas bin Al-Qash maka beliau akan menambahkan kait dan Abu Abbas bi Al-Qash adalah Ahmad At-Thabari yang berguru kepada ibnu Suraij. Ahmad At-Thabari wafat pada tahun 335 H. dan maksud dari Al-Qash adalah orang yang selalu mengingatkan tentang qishash.
- ابا اسحاقjika Asy-Syairazi menggunakannya dalam kitab المهذبmaka maksudnya adalah Al-Marwazi yaitu Ibrahim bin Muhammad murid ibnu Suraij. Beliau adalah tempat rujukan ilmu di Bagdad. Meninggal tahun 340 H. Imam An-Nawawi berkata “Asy-Syairazi tidak pernah menyebutkan nama aba Ishaq Al-Isfaraini dalam kitabnya Al-Muhazzab.
- ابا سعيد jika Asy-Syairazi mengatakannya dalam kitab Al-Muhazzab maka maksudnya adalah Al-Istakhriy yaitu Abu Sa'id Al-Hasan bin Ahmad, beliau dan ibnu Suraij adalah guru para ulama Asy-Syafi'iyah di Bagdad. Al-Istakhriy wafat pada tahun 328 H.
- ابو حامد Asy-Syairazi mengunakannya untuk dua orang dalam kitab Al-Muhazzab yaitu: A. Al-Qadhi Abu hamid Al-Marwazi Ahmad bin Basyar bin Amir. Wafat pada tahun 362 H. B. Asy-Syaikh Abu Hamid Al-Isfaraini yaitu Ahmad bin Muhammad yang wafat pada tahun 406 H. Imam An-Nawawi berkata setelah menyebutkan nama keduanya “ akan tetapi keduanya didatangkan dengan memakai kait dengan Al-Qadhi dan Asy-Syaikh maka tidak akan tersalah. Dan tidak disebutkan oleh Asy-Syairazi dalam kitab Al-Muhazzah yang bernama Abu Hamid selain dua orang tersebut tidak dari kalangan ashab atau lainnya.
- ابو القاسم jika Asy-Syairazi menyebutkannya dalam kita Al-Muhazzab maka maksudnya ada 4 orang yaitu Al-Anmathi, Ad-Daraki, Ibnu kaj dan Ash-Shaimuri. Dan tidak ditemukan dalam kitab Al-Muhazzab kata Abu Al-Qasim selain 4 orang tersebut.
- ابو الطيب jika Asy-Syairazi menyebutnya dalam kitab Al-Muhazzab maka maksudnya dua orang darifuqaha Asy-Syafi'iyah yaitu: Ibnu Salmah dan Al-Qadhi Abu Ath-Thaib guru Asy-Syairazi.Nama Keduanya ditulis setelah kata Abu Thaib (disifati).
- الربيع jika Asy-Syairazi menyebutkannya dalam kitab Al-Muhazzab maka maksudnya adalah Ar-Rabi’ bin Sulaiman Al-Muradi murid Imam Asy-Syafi'i sekaligus sahabatnya. Asy-Syairazitidak menyebutkan nama Ar-Rabi’ selain ibnu Sulaiman Al-Muradi dalam kitabnya Al- Muhazzab kecuali Ar-Rabi’ bin Sulaiman Al-jizi , itupun dalam masalah menyucikan kulit binatang.
- القفال Imam An-Nawawi berkata “jika aku menggunakan kata Al-Quffal secara mutlak dalam kitab Asy-Syarh (majmu’ syarh Al-Muhazzab) maka maksudku adalah Al-Marwazi karena dialah yang paling populer sebagai periwayat pendapat mazhab bahkan beliau adalah tempat rujukan ilmu di khurasan. Adapun Asy-Syasyi maka penyebutan namanya lebih sedikit dibandingkan Al-Marwazi dalam meriwayat pendapat mazhab. Maka jika aku menghendaki Asy-Syasyi maka aku akan mengkaitnya.
- المحمدون الاربعة maksudnya adalah empat orang Muhammad yaitu: A. Muhammad bin nasir Abu Abdillah Al-Marwazi yang wafat pada tahun 294 H. B. Muhammad bin Ibrahim bin Al-Munzir yang wafat pada tahun 309 atau 310 H. C. Muhammad bin Jarir At-Thabari yang wafat pada tahun 310 H. D. Muhammad bin Ishak bin Khuzaimah yang wafat pada tahun 311 H. keempat-empat Muhammad ini telah mencapai martabat mujtahid mutlak maka sekalipun ada pendapat mereka terkadang berbeda dengan Imam Asy-Syafi'i dalam beberapa masalah dan itupun sangat jarang maka mereka masih dianggap kedalam ulama mazhab Asy-Syafi'iyah dan mereka masih mengeluarkan hukum menggunakan ushul fiqh yang di rumuskan oleh Imam Asy-Syafi'i.
- الاصحاب maksudnya adalah ulama mutaqaddimin. Mereka biasanya ulama yang pertama meriwayatkan perkataan pendapat Imam Asy-Syafi'i dan jika dilihat dari segi zaman mereka adalah ulama yang hidup dalam abad ke 4, dikatakan mereka mutaqaddimin karena masa hidup mereka dekat dengan kurun orang yang diramal oleh nabi tentang kebaikannya.
Keterangan:
Jika Imam Al-Fakhr Ar-Razi menggunakan kata الاصحا ب maka disini tidak ada kejelasan tetang siapa yang dimaksud. Karena tidak diketahui apakah yang dimaksud dengan istilah ini ashhab Imam Asy-Syafi'i atau ashhab Imam Al-Asy’ari.
Sebab dari ketidak jelasan ini adalah karena Imam Al-Fakhr Ar-Razi adalah Asy-Syafi'iyah dan juga Al-Asy’ariyah. Maka ketika itu boleh jadi yang dimaksud adalah Asy-Syafi'iyah atau Al-Asy’ariyah maka sulit untuk ditentukan kecuali jika Al-Fakhr Ar-Razi menjelaskan dengan maksudnya atau jika Al-Fakhr Ar-Razi menyebutkannya dalam pembahasan ilmu kalam maka diketahui bahwa maksudnya adalah Ashhab Asy-Sya’irah atau dalam pembahasan fiqh maka maksudnya adalah Ashhab Asy-Syafi'iyah. Namun jika ia menyebutnya dalam pembahasan ilmu fiqh sekaligus ilmu kalam maka maksud dari ashhab tersebut sulit untuk ditentukan.
20. المتأخرون maksudnya adalah ulama yang hidup setelah abad ke 4, namun juga ada ditujukan kepadaulama yang datang setelah Syaikhani; Imam An-Nawawi dan Ar-Rafi’i.
Langganan:
Postingan (Atom)